Memilih Metode Kontrasepsi

Memilih Metode Kontrasepsi Untuk Suami dan Istri: Bagaimana Mengambil Langkah yang Tepat untuk Keluarga?

Dalam pernikahan, membangun keluarga dan meneruskan generasi adalah cita-cita yang sering dipertimbangkan. Beberapa pasangan mungkin ingin segera memiliki anak, sementara yang lain merencanakan kehamilan beberapa tahun ke depan. Semua pilihan memiliki tempatnya sendiri, selama diputuskan bersama-sama.

Dalam proses merencanakan kehamilan, topik yang mungkin dibicarakan salah satunya adalah terkait metode kontrasepsi yang akan digunakan. Terutama saat pasangan memutuskan bahwa usaha untuk memiliki anak akan diupayakan oleh pihak istri dengan bantuan alat kontrasepsi tertentu. Meskipun tampak sepele, keputusan semacam ini sebenarnya tidaklah mudah.

Setiap jenis alat kontrasepsi memiliki kelebihan dan kelemahan yang perlu dipahami dengan baik. Tujuannya adalah memastikan bahwa alat kontrasepsi yang dipilih sesuai dengan rencana dan kebutuhan keluarga. Oleh karena itu, peran serta suami dalam proses pengambilan keputusan ini sangatlah penting. Meskipun akhirnya yang menggunakan alat kontrasepsi adalah istri, dukungan dari suami memiliki peran besar dalam perkembangan rumah tangga yang sesuai harapan.

Peran Suami dalam Pengambilan Keputusan Keluarga Berencana

Di era modern seperti sekarang, menjadi seorang suami tidak hanya berkaitan dengan pekerjaan di luar rumah, memberi nafkah, dan tidak berkontribusi terhadap tugas-tugas rumah tangga. Peran seorang suami jauh lebih luas daripada itu. Bahkan ketika sudah memiliki anak, seorang suami memiliki peran yang sangat penting dalam menyediakan pendidikan yang layak bagi keluarga.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam hal perencanaan kehamilan, peran suami juga tidak dapat diabaikan. Mulai dari merencanakan awal hingga mengambil keputusan akhir. Ini termasuk di antaranya dalam pemilihan alat kontrasepsi yang akan digunakan. Dalam proses ini, pengetahuan suami tentang berbagai jenis kontrasepsi, cara kerja mereka, efek samping yang mungkin timbul, serta efektivitasnya sangatlah penting.

Pengetahuan semacam ini menjadi penting karena di dalam lingkungan rumah, suami adalah pihak yang akan merasakan dampak langsung dari penggunaan kontrasepsi. Baik itu perubahan fisik dan mental pada istri, maupun kenyamanan dalam hubungan seksual. Lebih dari itu, pemahaman yang baik tentang kontrasepsi juga akan membekali suami untuk mengantisipasi potensi masalah kesehatan yang mungkin muncul pada pasangan. 

Secara ringkas, dapat disimpulkan bahwa peran suami dalam pengambilan keputusan terkait perencanaan keluarga melibatkan tiga fungsi utama: sebagai pendidik, motivator, dan fasilitator. Pendidik mengacu pada pemahaman mendalam suami tentang kontrasepsi, berbagai jenisnya, dan aspek-aspek terkait lainnya.

Sementara itu, peran sebagai motivator mencakup peran suami dalam memotivasi istri untuk memilih kontrasepsi yang tepat sesuai dengan kebutuhannya. Suami juga memiliki tugas meyakinkan istri mengenai pentingnya kontrasepsi dalam merencanakan kehamilan dengan matang. Dalam proses motivasi ini, suami juga turut terlibat dalam pemilihan alat kontrasepsi yang sesuai bagi sang istri.

Selanjutnya, dalam peran sebagai fasilitator, suami memiliki tanggung jawab untuk memfasilitasi istri dalam mendapatkan kontrasepsi yang sesuai. Ini meliputi mendampingi istri saat berkonsultasi dengan dokter, mendampingi dalam pemasangan IUD atau tindakan lainnya, serta hadir dalam setiap jadwal kunjungan dokter untuk memastikan bahwa kontrasepsi yang digunakan tidak menimbulkan efek samping berbahaya.

Namun, sayangnya, dalam kenyataannya, banyak keputusan terkait penggunaan kontrasepsi masih banyak berada di tangan istri. Begitu juga dengan pengetahuan tentang kontrasepsi, jenis-jenisnya, dan kelebihan serta kekurangannya. Dampak dari hal ini adalah munculnya berbagai masalah dalam hubungan rumah tangga, yang menyebabkan keputusan mengenai program keluarga berencana seringkali tidak diambil dengan bijaksana.

Bagi istri, situasi semacam ini tentu bisa menimbulkan rasa frustrasi. Selain harus mengurus pendidikan dan pengasuhan anak, istri juga dihadapkan pada risiko penolakan terhadap penggunaan kontrasepsi yang pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan1

Langkah Yang Tepat dalam Mewujudkan Keluarga Berencana

Dari penjelasan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa peran baik istri maupun suami memiliki dampak besar dalam mewujudkan keluarga berencana yang sehat secara fisik dan mental, terutama dalam memilih alat kontrasepsi yang tepat. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami langkah-langkah yang benar dalam mewujudkan keluarga berencana. Beberapa di antaranya adalah :

1. Melakukan Pendidikan Pra-Nikah untuk Pasangan Suami Istri

Pendidikan pra-nikah sering kali dianggap sepele, padahal jika dijalani, sebuah keluarga dapat memiliki dasar yang kuat dan pemahaman yang saling terjalin mengenai peran masing-masing individu. Hal ini menghasilkan keputusan-keputusan, terutama seputar pemilihan alat kontrasepsi, yang diambil secara bersamaan dengan tujuan mencapai keluarga yang ideal melalui perencanaan kehamilan yang matang 2.

2. Merencanakan Kehamilan dan Mengatur Jarak Kehamilan

Sebuah keluarga ideal tentunya memiliki perencanaan kehamilan yang matang agar setiap anak mendapatkan perhatian penuh dalam hal kasih sayang, pendidikan, dan kesehatan (termasuk asupan ASI dan pencegahan stunting). Oleh karena itu, untuk mencapai keluarga berencana yang sukses, perlu adanya perencanaan yang matang mulai dari kehamilan pertama hingga kehamilan berikutnya dengan jarak minimal 3-5 tahun. 3.

3. Proaktif dalam Mencari Tahu Alat Kontrasepsi yang Akan Digunakan

Alat kontrasepsi menjadi penting dalam perencanaan kehamilan. Suami dan istri memiliki peran penting dalam menentukan alat kontrasepsi yang cocok digunakan. Hal ini dilakukan dengan tujuan memastikan bahwa hasil yang diinginkan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

Sebelum memilih alat kontrasepsi, diperlukan pengetahuan yang memadai. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, suami dan istri harus mencari tahu tentang alat kontrasepsi serta melibatkan profesional seperti dokter kandungan untuk mendapatkan informasi yang komprehensif.

4. Membatasi Kelahiran Hingga Usia 35 Tahun

Jika menikah di bawah usia 30 tahun, disarankan untuk menghentikan rencana kehamilan saat mencapai usia 35 tahun. Meskipun kehamilan pada usia tersebut masih memungkinkan, tetapi ini tidak direkomendasikan karena tujuan utama keluarga berencana adalah membentuk keluarga yang sehat secara fisik dan mental. 4

Mengingat faktor usia, kehamilan dan kelahiran di usia tersebut bisa berpotensi memengaruhi tumbuh kembang anak secara optimal karena orang tua berada dalam usia yang tidak lagi muda.

Dengan demikian, kita dapat menyadari bahwa ada berbagai langkah yang perlu diterapkan untuk mewujudkan keluarga berencana, termasuk dalam pemilihan kontrasepsi. Penting untuk melibatkan suami dalam peran sebagai pendidik, penggerak motivasi, serta fasilitator dalam pemilihan alat kontrasepsi bagi istri. 

 

Baca juga: JANGAN KHAWATIR! INILAH TIPS UNTUK MENGATASI EFEK SAMPING PIL KB KOMBINASI

Bagikan

PP-YSM-ID-0219-1